Tafsir QS. Al-Qamar 54:1-3
Allah berfirman:
اِقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ – ١
وَاِنْ يَّرَوْا اٰيَةً يُّعْرِضُوْا وَيَقُوْلُوْا سِحْرٌ مُّسْتَمِرٌّ – ٢
وَكَذَّبُوْا وَاتَّبَعُوْٓا اَهْوَاۤءَهُمْ وَكُلُّ اَمْرٍ مُّسْتَقِرٌّ – ٣
“Hari Kiamat semakin dekat dan bulan telah terbelah. Jika mereka (kaum musyrik Makkah) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, ‘(Ini adalah) sihir yang terus-menerus.’ Mereka mendustakan (Nabi Muhammad) dan mengikuti keinginan mereka, padahal setiap urusan telah ada ketetapannya.” (QS. Al-Qamar 54:1-3)
Ini adalah berita terhadap suatu peristiwa besar di alam raya yang tidak tertandingi oleh peristiwa besar mana pun. Mereka telah melihat peristiwa pertama, yaitu terbelahnya bulan, dan sekarang sedang menunggu peristiwa besar berikutnya. Riwayat tentang terbelahnya bulan dan orang Arab yang melihat saat terbelahnya bulan merupakan riwayat yang mutawatir. Semua riwayat itu sepakat dalam menetapkan terjadinya peristiwa itu, walaupun berlainan dalam hal menerangkan sifatnya baik yang rinci maupun umum.
Imam Ahmad mengatakan bahwa Mu’ammar menceritakan dari Qatadah, dari Anas bin Malik bahwa penduduk Mekah meminta Nabi SAW menampilkan suatu mukjizat. Maka terbelah lah bulan di Mekah dua kali. Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Abdullah bin Abdul Wahab menceritakan dari Basyar ibnul Mufadhdhal, dari Said bin Abi Urwah, dari Qatadah, dari Anas bin Malik bahwa penduduk Mekah meminta kepada Nabi saw. agar dia memperlihatkan sebuah mukjizat kepada mereka. Maka, beliau memperlihatkan kepada mereka bulan terbelah menjadi dua hingga tampak di kiri dan kanan Bukit Hira. Hal senada dikemukakan pula oleh Syaukhani melalui jalur periwayatan lain dari Qatadah, dari Anas.
Imam Ahmad mengatakan bahwa Muhammad bin Katsir dari Sulaiman ibnu Katsir, dari ishin bin Abdurrahman, dari Muhammad bin Jubair bin Muthim, dari ayahnya bahwa bulan terbelah pada masa Rasulullah hingga ia menjadi dua bagian. Sebagian berada di atas gunung ini dan sebagian lagi berada di atas gunung itu. Penduduk Mekah berkata, “Muhammad telah menghipnotis kamil” Yang lain berkata, “Jika dia menghipnotis kita, dia tidak dapat menghipnotis seluruh manusia”.
A-Baihaqi menyandarkan riwayatnya ke redaksi di atas di dalam ‘ad-Dala’il melalui jalur Muhammad bin Katsir dari saudaranya, Sulaiman bin Katsir, dari Hishin bin Abdurrahman. Juga redaksi ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Baihaqi dari berbagai jalur lain juga dari Jubair bin Muth’im.
Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Yahya bin Katsir dari Bakar, dari Ja’far, dari Arak bin Malik, dari Abdullah bin Abdullah bin Utbah, dari Ibnu Abbas bahwa bulan terbelah pada zaman Nabi saw. Redaksi ini diriwayatkan pula oleh Bukhari dan Muslim melalu jalur lain dari Arak dengan sanad di atas yang sampai ke lbnu Abbas. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalur lain yang sampai kepada Ali bin Thalhah juga dari Ibnu Abbas, bahwa terbelahnya bulan telah terjadi sebelum Hijrah. Bulan terbelah hingga mereka dapat melihat kedua belahannya.
Al-‘Aufi juga meriwayatkan redaksi senada dari Ibnu Abbas, Ath-Thabrani juga meriwayatkan dengan sanad lain dari Akramah, dari Ibnu Abbas, bahwa terjadi gerhana bulan pada zaman Rasulullah. Orang-orang pun berkata, “Dia menghipnotis bulan. Maka diturunkan lah ayat, “Hari Kiamat semakin dekat dan bulan telah terbelah. Jika mereka (kaum musyrik Makkah) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, ‘(Ini adalah) sihir yang terus-menerus.’“
Al-Hafizh Abu Bakar al-Baihaqi mengatakan bahwa Abu Abdullah al-Hafizh dan Abu Bakar Ahmad ibnul-Hasan al-Qadhi menceritakan dari Abu al-Abbas al-Asham, dari al- Abbas bin Muhammad ad-Dauri, dari Wahab bin Jarir, dari Syu’bah, dari al-Amasy, dari Mujahid, dari Abdullah bin Umar. Sekaitan dengan “Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan”. Abdullah bin Umar berkata, “Terbelahnya bulan terjadi pada masa Rasulullah. la terbelah menjadi dua belahan yang satu berada di atas gunung dan yang satu lagi di belakang gunung. Lalu Nabi SAW bersabda, “Ya Allah, persaksikanlah!” Hal senada diriwayatkan pula oleh Muslim dan Tirmidzi melalui jalur dari Syu’bah, dari al-A’masy, dari Mujahid.
Imam Ahmad mengatakan bahwa Sufyan menceritakan dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid, dari Abi Umar dari Ibnu Mas’ud bahwa bulan terbelah pada masa Rasulullah menjadi dua bagian sehingga mereka dapat melihatnya. Lalu Rasulullah bersabda, “Persaksikanlah!” Hal senada diriwayatkan pula oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Sufyan bin Uyainah. Keduanya juga meriwayatkan dari Hadits al-A’masy, dari Ibrahim, dari abi Muammar Abdullah bin Sakhbarah, dari Ibnu Mas’ud.
Al-Bukhari mengatakan bahwa Abu Dawud ath-Thayalisi berkata dari Abu ‘Awanah dari al-Mughirah, dari Abi ad-Duha, dari Masruq, dari Abdullah bin Mas’ud bahwa bulan terbelah pada masa Rasulullah. Maka, kaum Quraisy berkata, “Ini adalah sihir Ibnu Abi Habasyah.” Mereka melanjutkan, “Lihatlah informasi apa yang dibawa oleh para pelancong kepadamu, karena Muhammad tidak dapat menyihir seluruh manusia.” Ibnu Mas’ud melanjutkan, “Datanglah para pelancong dan mereka mengemukakan informasi yang sama.” Al-Baihaqi juga meriwayatkan redaksi yang mirip melalui jalur lain dari Masruq, dari Abdullah bin Mas’ud.
Itulah beberapa riwayat mutawatir melalui beberapa jalur yang mengemukakan terjadinya peristiwa itu dan ketentuan tempatnya, yaitu di Mekah. Kecuali menurut riwayat yang tidak kami sebutkan, yaitu dari Abdullah bin Mas’ud, bahwa peristiwa itu terjadi di Mina. Ketentuan waktunya yaitu pada masa Nabi SAW sebelum beliau hijrah, juga ketentuan sifatnya, menurut mayoritas riwayat, bahwa bulan terbelah menjadi dua. Hanya satu riwayat yang menyatakan terjadinya gerhana bulan. Dari berbagai riwayat yang mutawatir ini dapatlah ditegaskan tempat, waktu, dan keadaan terbelahnya bulan.
Terbelahnya bulan adalah ayat kauniyah yang digunakan Al-Qur’an untuk menghadapi kaum musyrikin pada saat itu. Tidak ada riwayat yang menerangkan bahwa mereka mendustakan peristiwa ini. Artinya, ia benar-benar terjadi dalam bentuk yang sulit didustakan walaupun melalui perdebatan yang biasa mereka lakukan terhadap ayat-ayat Allah manakala mereka menemukan celah untuk mendustakannya.
Menurut semua riwayat, kaum musyrikin hanya mengatakan, “Muhammad telah menyihir kami.” Namun, mereka sendiri mencari informasi tentang masalah itu dan akhirnya mereka mengetahui bahwa ia bukanlah sihir. Jika Muhammad telah menyihir mereka, tentu dia tidak dapat menyihir para pelancong yang ada di luar Mekah, yang juga melihat dan menyaksikan peristiwa itu sehingga mereka dapat ditanya.
Terkait dengan terbelahnya bulan yang dapat dilihat oleh seluruh penduduk bumi, terdapat catatan sejarah hal tersebut telah membuat raja India pada saat itu masuk Islam. Peristiwa yang berkenaan dengan raja Chakrawati Farmas ini terdokumentasi dalam naskah lama di Perpustakaan Kantor India, London dengan nomor: Arabic, 2807, 152-173. Berikut ini dikutip dari buku Muhammad Rasulullah karya M Hamidullah (1979):
“Terdapat sebuah riwayat sangat tua di Malabar, Pantai Barat Daya India, bahwa Chakrawati Farmas, salah satu raja mereka, telah mengamati terbelahnya bulan, mukjizat dari nabi suci SAW di Mekah, dan setelah mempelajari hal tersebut, dia tahu bahwa itu adalah satu mukjizat dari seorang Pembawa Pesan Tuhan dari Arabia. Dia menugaskan anak lelakinya sebagai pemimpin untuk menggantikannya selama perjalanannya menemui Nabi SAW. Dia memeluk agama Islam di tangan Nabi SAW dan ketika dalam perjalanan pulang ke negerinya dia wafat di Pelabuhan Zafar, Yaman, sehingga di situ lah terdapat makam dari ‘Raja Orang India’ yang pernah dikunjungi oleh orang-orang hingga selama berabad-abad pada masa setelah itu.”
Ihwal dekatnya Kiamat, Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Hasan menceritakan dari Muhammad bin Muthawwif, dari Abi Hazim, dari Sahl bin Sa’ad, bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda, “Aku diutus sedang jarak antara aku dan Kiamat seperti ini.” Beliau berisyarat dengan jarak antara ujung jari telunjuk dan jari tengah.
Meskipun hari yang dijanjikan dan mengerikan itu sudah dekat, peristiwa alam semesta yang menggetarkan akan segera terjadi, dan ayat-ayat Allah yang mereka (kaum musyrik) lihat dalam berbagai bentuk telah dibentangkan, kalbu mereka tetap ingkar dan tetap dalam jalan yang sesat. Jika orang-orang musyrik melihat sebuah tanda kenabian dan bukti kebenaran Nabi SAW, mereka selalu berpaling tidak mau membenarkan, tidak mau mempercayai dan tidak mau mengimaninya. Hal ini terjadi untuk kaum musyrik yang hidup pada zaman Nabi SAW hingga kaum musyrik yang hidup di zaman modern ini.
Sumber:
- Tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Quthb
- Tafsir Al-Munir karya Wahbah Az-Zuhaili
- Ensiklopedi Akhir Zaman karya Muhammad Ahmad Al-Mubayyadh