اَمْ حَسِبْتَ اَنَّ اَصْحٰبَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيْمِ كَانُوْا مِنْ اٰيٰتِنَا عَجَبًا
اِذْ اَوَى الْفِتْيَةُ اِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوْا رَبَّنَآ اٰتِنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً وَّهَيِّئْ لَنَا مِنْ اَمْرِنَا رَشَدًا
فَضَرَبْنَا عَلٰٓى اٰذَانِهِمْ فِى الْكَهْفِ سِنِيْنَ عَدَدًاۙ
ثُمَّ بَعَثْنٰهُمْ لِنَعْلَمَ اَيُّ الْحِزْبَيْنِ اَحْصٰى لِمَا لَبِثُوْٓا اَمَدًا
“Apakah engkau mengira bahwa sesungguhnya para penghuni gua dan (yang mempunyai) raqīm benar-benar merupakan keajaiban di antara tanda-tanda (kebesaran) Kami? (Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu berdoa, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu dan mudahkanlah bagi kami petunjuk untuk segala urusan kami.” Maka, Kami tutup telinga mereka di dalam gua itu selama bertahun-tahun. Kemudian Kami bangunkan mereka supaya Kami mengetahui manakah di antara dua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam gua itu).” (QS. Al-Kahfi: 9-12)
Ayat-ayat di atas merupakan ringkasan yang mengisahkan secara garis besar tentang kisah pemuda kahfi. Kita mengetahui bahwa Ash-habul Kahfi adalah pemuda-pemuda, tetapi kita tidak tahu persis berapa jumlah mereka. Mereka berlindung ke dalam sebuah gua karena beriman kepada Allah. Lalu, Allah menutup telinga mereka dan menidurkan mereka dalam gua selama bertahun-tahun. Kita tidak tahu jumlah pastinya. Kemu- dian mereka dibangkitkan dari tidur panjangnya. Mereka terbagi dua kelompok yang berselisih tentang hitungan lamanya masa tinggal mereka di gua. Mereka tetap bertahan di gua dan mengutus salah seorang dari mereka untuk mengecek siapa yang lebih akurat dalam menghitung.
Setelah ringkasan yang menarik ini, arahan surah mulai masuk dalam perincian. Perincian ini diawali dengan pernyataan bahwa apa yang dikisahkan Allah adalah keputusan pemisah antara riwayat-riwayat yang bertentangan, dan itulah kebenaran yang harus diyakini.
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَاَهُمْ بِالْحَقِّۗ اِنَّهُمْ فِتْيَةٌ اٰمَنُوْا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنٰهُمْ هُدًىۖ
وَّرَبَطْنَا عَلٰى قُلُوْبِهِمْ اِذْ قَامُوْا فَقَالُوْا رَبُّنَا رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ لَنْ نَّدْعُوَا۟ مِنْ دُوْنِهٖٓ اِلٰهًا لَّقَدْ قُلْنَآ اِذًا شَطَطًا
هٰٓؤُلَاۤءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهٖٓ اٰلِهَةًۗ لَوْلَا يَأْتُوْنَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطٰنٍۢ بَيِّنٍۗ فَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًاۗ
“Kami menceritakan kepadamu (Nabi Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami menambahkan petunjuk kepada mereka. Kami meneguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi. Kami tidak akan menyeru Tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran.” (Salah seorang dari para pemuda itu berkata kepada yang lain,) “Mereka itu kaum kami yang telah menjadikan tuhan-tuhan (untuk disembah) selain Dia. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang jelas (tentang kepercayaan mereka)? Maka, siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” (QS. Al-Kahfi: 13-15)
Ini merupakan peristiwa pertama yang ditampilkan dalam kisah ini. Allah berfirman dalam ayat 13, “Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami menambahkan petunjuk kepada mereka”, dengan mengilhami mereka bagaimana mengatur urusan mereka. “Kami meneguhkan hati mereka“, lalu hati-hati mereka menjadi kokoh dan mantap. Mereka tenang dan tenteram menuju kebenaran (al-haq) yang telah diketahuinya. Mereka berbangga dengan keimanan yang dipilihnya lalu berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi. Kami tidak akan menyeru Tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran.“
Kemudian mereka menceritakan perilaku kaum mereka. Mereka pun mengingkari perilaku tersebut dan mengingkari pula manhaj yang diikuti dalam membentuk keyakinan, “Mereka itu kaum kami yang telah menjadikan tuhan-tuhan (untuk disembah) selain Dia. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang jelas (tentang kepercayaan mereka)?”
Inilah jalan menuju tangga keyakinan. Yaitu, manusia harus memiliki dalil yang kuat sebagai sandaran dan bukti yang menguasai jiwa dan akal. Jika tidak, keyakinan itu merupakan kebohongan keji karena berdusta terhadap Allah, “Maka, siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?”
Sampai di sini sikap dan pendirian pemuda-pemuda itu sangat jelas, terang, dan pasti. Tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya, juga tidak ada kebimbangan. Sesungguhnya mereka benar-benar pemuda yang kuat secara fisik, kokoh imannya, dan teguh dalam mengingkari kekufuran kaumnya.
Sesungguhnya telah menjadi terang dua jalan keyakinan itu dan jelaslah pula perbedaan keduanya. Maka, tidak ada peluang sedikit pun bagi keduanya bertemu di satu titik, juga bekerja sama dalam kehidupan. Mau tidak mau mereka harus lari bersama akidah mereka. Karena, mereka bukanlah rasul- rasul yang diutus kepada kaum mereka. Sehingga, mereka harus melawan mereka dengan akidah yang benar dan mengajak kaum mereka untuk beriman kepadanya. Mereka juga tidak menerima wahyu sebagaimana para rasul menerimanya.
Mereka hanya pemuda-pemuda yang disinari hidayah di tengah-tengah seorang penguasa zalim yang kafir. Kehidupan mereka tidak terjamin keselamatannya, bila mereka mengamalkan akidah dan mengumumkannya secara terang-terangan. Sementara mereka dan kaum mereka masing-masing tidak kuat untuk saling mempengaruhi dan mereka sendiri tidak mungkin menyembah tuhan-tuhan yang disembah kaumnya sebagai bentuk taktik dan menyembunyikan ibadah yang sebenarnya. Namun, rahasia mereka tetap terbuka, yang membuat mereka harus lari bersama agama untuk berlindung kepada Allah dan lebih memilih bersembunyi di dalam gua daripada bergelimang dengan kenikmatan. Mereka telah bersepakat menempuh langkah itu lewat perdebatan panjang.
وَاِذِ اعْتَزَلْتُمُوْهُمْ وَمَا يَعْبُدُوْنَ اِلَّا اللّٰهَ فَأْوٗٓا اِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِّنْ رَّحْمَتِهٖ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِّنْ اَمْرِكُمْ مِّرْفَقًا
“Karena kamu juga telah meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka berlindunglah ke dalam gua itu. (Dengan demikian,) niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan bagimu sesuatu yang berguna bagi urusanmu.” (QS. Al-Kahfi: 16)
Di sini terbukalah tabir keajaiban hati-hati kaum mukminin. Pemuda-pemuda itu mengasingkan diri dari kaumnya, meninggalkan kampung halamannya, berpisah dari sanak saudaranya, dan memurnikan diri dari segala kesenangan dunia dan kenikmatan hidup. Mereka mengungsi ke dalam gua yang kotor dan gelap. Mereka adalah pemuda-pemuda yang merasakan betapa nikmatnya rahmat Allah, dan merasakan betapa rahmat itu melindungi mereka secara luas.
“…niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu…” Maka, gua yang sempit itu berubah menjadi ruang yang terhampar, menyenangkan, luas, rahmat bertebaran di dalamnya, dan naungannya terbentang. Rahmat itu meliputi mereka dengan lemah lembut dan kelapangan. Batasan-batasan sempit itu menjadi lenyap dan dinding-dinding gua yang keras dan kokoh menjadi lembut. Keheningan yang mencekam semakin menipis, yang tersisa hanya rahmat, kelembutan, ketenangan, dan perlindungan.
Sesungguhnya di sana ada alam lain di lubuk-lubuk hati yang bergemuruh dengan keimanan, yang dihibur oleh Zat Yang Maha Pengasih. Yaitu, alam yang diliputi oleh naungan rahmat, kelembutan, ketenangan, dan keridhaan Ilahi.
Sumber: Tafsir Fi Zhilalil Qur’an oleh Sayyid Quthb