Kategori: Kisah

Ibrahim bin Adham, Ulama yang Tawadhu

Suatu malam, ketika sedang terlelap tidur di atas dipannya, tiba tiba ia dikejutkan oleh suara langkah kaki dari atas genteng, seperti seseorang yang hendak mencuri. Ibrahim menegur orang itu, “Apa yang tengah kamu lakukan di atas sana?” Orang itu menjawab, “Saya sedang mencari ontaku yang hilang.” “Apa kamu sudah gila, mencari onta di atas genteng,” sergahnya. Namun orang itu balik menyerang, “Tuan yang gila, karena tuan mencari Allah di istana.”

Ketawadhuan Sang Khalifah Umar bin Khattab

Khalifah Umar menarik nafas lega. Kekhawatiran yang selama ini selalu membuatnya gelisah, sirna. Satu lagi kemenangan diraih kaum muslimin. Itu berarti dakwah islamiyah kembali tersebar menyinari seantero bumi. Sembari berjalan menuju kota Madinah, Umar bin Khattab terus menanyakan keadaan kaum muslimin dan rencana-rencana mereka selanjutnya. Sang utusan tetap berada di atas punggung kuda, sedangkan Umar bin Khattab berjalan kaki di sampingnya.

Rabiatur Ra’yi, putra mujahid ahli ilmu

Para tetangga yang mendengar keributan itu segera berdatangan. Termasuk seorang ibu tua yang sedang tidur nyenyak terbangun. Melihat siapa yang sedang bergulat, ibu tua itu segera sadar dan berteriak, “Rabiah, lepaskan! Dia ayahmu. Wahai Abu Abdurrahman, dia anakmu. Jantung hatimu.” Mendengar seruan itu, dua orang yang sedang bergulat segera berdiri. Hampir tak percaya mereka berpelukan, melepaskan rindu. Mereka benar-benar tak menyangka pertemuan itu akan berlangsung begitu rupa.

Kehati-hatian Seorang Ibu terhadap Hartanya

Beberapa saat kemudian, barulah beliau berkata, “Sesungguhnya kain penutup wajah yang anda kenakan adalah lebih baik daripada sorban-sorban yang kami pakai. Sesungguhnya kami ini tak patut jika dibandingkan dengan orang-orang tua yang telah mendahului kita, ya Sayyidati. Sedangkan anda, ya Sayyidati, perempuan yang demikian luhur takwanya dan rasa takutnya kepada Allah SWT. Tentang pertanyaan yang anda ajukan, sebenarnya, tanpa ijin rombongan kafilah itu, tidak halallah bagi anda uang hasil penjualan benang tersebut.”

Said bin Amir, Gubernur yang Masuk Daftar Orang Miskin

Gaji dan uang tunjangan Said sangatlah banyak sesuai dengan pekerjaan dan jabatannya. Namun ia mengambilnya sekadar cukup untuk memenuhi keperluan dirinya dan istrinya lalu membagikan semua sisanya kepada keluarga-keluarga lain yang miskin. Suatu hari ada orang berkata kepadanya, “Perbanyaklah kemurahan ini kepada keluarga dan kerabatmu!” Ia pun menjawab, “Mengapa kepada keluarga dan kerabatku? Tidak, Demi Allah, aku tidak akan menjual ridha Allah dengan kekerabatan.”