Adam diciptakan Allah SWT dari tanah. Setelah penciptaannya kemudian Allah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam. Sujud tersebut tentu bukanlah untuk menyembah karena Adam adalah makhluk Allah juga. Dalam hal ini sujudnya adalah sebagai bentuk salam dan penghormatan serta pengakuan atas kelebihan Adam. Maka bersujudlah para malaikat sebagai bentuk ketaatan atas perintah Allah SWT kecuali Iblis yang menunjukkan keengganan dan kesombongan karena merasa lebih tinggi derajatnya daripada Adam.
Allah berfirman,
اِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ خَالِقٌۢ بَشَرًا مِّنْ طِيْنٍ – ٧١
فَاِذَا سَوَّيْتُهٗ وَنَفَخْتُ فِيْهِ مِنْ رُّوْحِيْ فَقَعُوْا لَهٗ سٰجِدِيْنَ – ٧٢
فَسَجَدَ الْمَلٰۤىِٕكَةُ كُلُّهُمْ اَجْمَعُوْنَ – ٧٣
اِلَّآ اِبْلِيْسَ اِسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ – ٧٤
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Apabila Aku telah menyempurnakan (penciptaan)-nya dan meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya, tunduklah kamu kepadanya dalam keadaan bersujud.’ Lalu, para malaikat itu bersujud semuanya bersama-sama, kecuali Iblis. Ia menyombongkan diri dan termasuk golongan kafir.” (QS. Shad 38:71-74)
Sebenarnya siapakah Iblis itu? Iblis adalah berasal dari bangsa jin. Perintah sujud kepada Adam adalah ditujukan baik kepada dirinya dan malaikat, karena ia ikut berbaur bersama para malaikat. Ibnul Qayyim mengatakan bahwa Iblis sama dengan malaikat dalam bentuknya, tetapi berbeda materi dan asal penciptaannya, karena Iblis berasal dari api sedangkan malaikat dari cahaya.
Allah berfirman:
وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ اَمْرِ رَبِّهٖۗ … – ٥٠
“(Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu semua kepada Adam!’ Mereka pun sujud, tetapi Iblis (enggan). Dia termasuk (golongan) jin, kemudian dia mendurhakai perintah Tuhannya…” (QS. Al-Kahfi 18:50)
Perihal pembangkangan Iblis atas perintah Allah tersebut disebabkan ia merasa lebih utama dan lebih baik daripada Adam. Tidak pantas menurutnya sesuatu yang lebih utama dan baik bersujud kepada yang lebih rendah. Keutamaan dan kebaikan yang ia persoalkan ternyata lebih didasarkan pada asal penciptaannya dari api yang lebih mulia daripada asal penciptaan dari tanah.
Allah berfirman:
قَالَ مَا مَنَعَكَ اَلَّا تَسْجُدَ اِذْ اَمَرْتُكَ ۗقَالَ اَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُۚ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَّارٍ وَّخَلَقْتَهٗ مِنْ طِيْنٍ – ١٢
“Dia (Allah) berfirman, ‘Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud ketika Aku menyuruhmu?’ Ia (Iblis) menjawab, ‘Aku lebih baik daripada dia. Engkau menciptakanku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.’” (QS. Al-A’raf 7:12)
Iblis menggunakan analogi yang batil dalam menentang Allah. Sesungguhnya anggapan Iblis bahwa api itu lebih mulia daripada tanah adalah klaim yang tidak benar, karena tanah memiliki sifat teguh, tabah, tenang, dan tegar. Tanah juga merupakan tempat tumbuhnya tumbuhan dengan subur, sedangkan api memiliki sifat membakar, gegabah, dan cepat padam.
Karena kebatilan dan pembangkangan Iblis tersebut, Allah kemudian mengusirnya dari surga dan juga dari kedudukannya yang tinggi bersama dengan malaikat.
Allah berfirman:
قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُوْنُ لَكَ اَنْ تَتَكَبَّرَ فِيْهَا فَاخْرُجْ اِنَّكَ مِنَ الصّٰغِرِيْنَ – ١٣
“Dia (Allah) berfirman, ‘Turunlah kamu darinya (surga) karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya kamu termasuk makhluk yang hina.’” (QS. Al-A’raf 7:13)
Ketika datang perintah Allah kepada Iblis untuk keluar dan diusir dari surga, serta penurunan kedudukannya yang tinggi, ia meminta kepada Rabb-nya unuk menangguhkan (menunda) kematiannya dan membiarkannya hidup hingga tiba hari kiamat. Allah mengabulkan permintaannya karena hikmah dan kehendak Allah yang tidak dapat ditentang.
Allah berfirman:
قَالَ اَنْظِرْنِيْٓ اِلٰى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ – ١٤
قَالَ اِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِيْنَ – ١٥
قَالَ فَبِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ لَاَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَ – ١٦
“Ia (Iblis) menjawab, ‘Berilah aku penangguhan waktu sampai hari mereka dibangkitkan.’ Dia (Allah) berfirman, ‘Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi penangguhan waktu.’ Ia (Iblis) menjawab, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus.” (QS. Al-A’raf 7:14-16)
Ketika Iblis mengetahui penundaan Allah terhadap kematiannya hingga hari kiamat, maka makhluk terlaknat ini memproklamirkan sifat aslinya yaitu kedengkian dan permusuhannya kepada Adam dan keturunannya serta tekad yang hendak ia lakukan, yaitu mengganggu Adam dan keturunannya juga menimpakan bahaya dan penyesatan serta rintangan untuk memalingkan mereka dari jalan yang lurus. Karena Iblis merasa Allah telah menjerumuskan dalam kesalahan karena Adam dan keturunannya, maka ia bersumpah akan selalu mengawasi mereka sebagaimana perampok jalanan mengawasi para pejalan yang lewat. Selain itu ia juga akan menghalangi manusia dari jalan yang lurus dan memperdayai mereka untuk menempuh jalan-jalan lain agar sesat dari jalan yang benar.
Allah berfirman:
قَالَ رَبِّ بِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ لَاُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِى الْاَرْضِ وَلَاُغْوِيَنَّهُمْ اَجْمَعِيْنَ – ٣٩
اِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِيْنَ – ٤٠
“Ia (Iblis) berkata, ‘Tuhanku, karena Engkau telah menyesatkanku, sungguh aku akan menjadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi dan sungguh aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih (karena keikhlasannya) di antara mereka.’” (QS. Al-Hijr 15:39-40)
Iblis akan menguasai anak keturunan Adam dan menyesatkan mereka, serta membinasakan mereka dengan tipu daya. Ia juga akan selalu menggiring Adam dan anak keturunannya sebagaimana binatang ternak yang diseret dengan tali, kecuali hanya sedikit yang tidak tergoda, yaitu orang-orang yang ikhlas.
Allah berfirman:
قَالَ اَرَاَيْتَكَ هٰذَا الَّذِيْ كَرَّمْتَ عَلَيَّ لَىِٕنْ اَخَّرْتَنِ اِلٰى يَوْمِ الْقِيٰمَةِ لَاَحْتَنِكَنَّ ذُرِّيَّتَهٗٓ اِلَّا قَلِيْلًا – ٦٢
قَالَ اذْهَبْ فَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ فَاِنَّ جَهَنَّمَ جَزَاۤؤُكُمْ جَزَاۤءً مَّوْفُوْرًا – ٦٣
وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَاَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِ وَعِدْهُمْۗ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطٰنُ اِلَّا غُرُوْرًا – ٦٤
“Ia (Iblis) berkata, ‘Terangkanlah kepadaku tentang orang ini yang lebih Engkau muliakan daripada aku. Sungguh, jika Engkau memberi tenggang waktu kepadaku sampai hari Kiamat, niscaya aku benar-benar akan menyesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil.’ Dia (Allah) berfirman, ‘Pergilah, siapa saja di antara mereka yang mengikuti kamu, sesungguhnya (neraka) Jahanamlah balasanmu semua sebagai balasan yang sempurna. Perdayakanlah (wahai Iblis) siapa saja di antara mereka yang engkau sanggup dengan ajakanmu. Kerahkanlah pasukanmu yang berkuda dan yang berjalan kaki terhadap mereka. Bersekutulah dengan mereka dalam harta dan anak-anak, lalu berilah janji kepada mereka.’ Setan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka.” (QS. Al-Isra 17:62-64)
Ayat-ayat ini menjelaskan balasan bagi orang-orang yang mengikuti seruan Iblis. Siapa saja yang mengikuti Iblis, maka neraka jahannam lah balasannya. Iblis boleh memperdayakan semua manusia yang sanggup diperdaya, dengan segenap kemampuan dan tipu muslihatnya. Kata perintah yang ditujukan kepada Iblis ini bersifat qadari (sesuai kemampuan), bukan perintah yang menunjukkan arti taklif (tuntutan) baginya. Demikianlah dalam perjalanan sejarahnya, Iblis telah menjadi musuh abadi umat manusia. Iblis akan terus berupaya menanamkan sifat-sifat keburukan dan kejahatan bagi segenap manusia yang terpedaya. Mereka yang ikhlas, menjauhi hasad, dan yang tidak sombong lah yang dapat terbebas dari sifat-sifat Iblis.
Semoga Allah selalu menjaga kita semua agar dapat terhindar dari tipu daya Iblis dan para pengikutnya sehingga kita termasuk ke dalam orang-orang yang selamat di dunia dan akhirat. Aamiin.
Sumber: Hikmah Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an karya Abdul Karim Zaidan