Zakat dan Sedekah sebagai Antitesis Riba

Zakat dan Sedekah sebagai Antitesis Riba

Allah berfirman:

يَمْحَقُ اللّٰهُ الرِّبٰوا وَيُرْبِى الصَّدَقٰتِ ۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ اَثِيْمٍ – ٢٧٦

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ – ٢٧٧

Allah menghilangkan (keberkahan dari) riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang sangat kufur lagi bergelimang dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, beramal saleh, menegakkan salat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih.” (QS. Al-Baqarah 2:276-277)

Di balik lembaran kekufuran dan dosa serta ancaman yang berat bagi pelaku sistem riba, dibentangkanlah lembaran iman dan amal saleh dan kaidah kehidupan yang menopang sistem lain, yaitu sistem zakat dan sedekah, yang merupakan kebalikan sistem riba.

Dalam zakat kita memberikan harta tanpa mengharap imbalan dan balasan. Demikianlah seharusnya sifat seorang mukmin dan masyarakat yang beriman. Sesungguhnya, zakat merupakan kaidah masyarakat yang setia kawan dan saling menolong, yang tidak membutuhkan jaminan-jaminan sistem riba di sisi mana pun dalam segi-segi kehidupannya.

Bentuk “zakat” mencengangkan kita dan golongan-golongan umat lain yang belum menyaksikan sistem Islam diterapkan dalam dunia realitas. Juga mereka yang belum menyaksikan sistem ini berdiri di atas asas pengetahuan imani, pendidikan imani, dan akhlak imani, untuk membentuk jiwa manusia yang teguh. Jiwa-jiwa yang menjadikan zakat sebagai pilarnya untuk melawan sistem jahiliah yang ditegakkan di atas sistem riba, serta menjadikan kehidupan dapat berkembang dan ekonominya dapat maju melalui usaha keras masing-masing pribadinya atau dengan kerja sama yang bebas dari riba.

Sistem ini juga telah mencengangkan golongan-golongan yang memusuhinya, karena tidak mendapatkan keuntungan dari sistem zakat dan sedekah ini. Golongan yang belum pernah menyaksikan gambaran kemanusiaan yang tinggi. Mereka dilahirkan dan hidup di dalam kepedihan sistem materialis yang ditegakkan di atas asas riba. Mereka juga menyaksikan kekerasan, kekikiran, permusuhan, gontok-gontokan, dan individualisme yang menguasai hati nurani manusia. Kemudian, individualisme itu menjadikan harta tidak berpindah kepada orang-orang yang membutuhkannya melainkan dalam bentuk riba yang tercela, dan menjadikan manusia hidup tanpa jaminan selama mereka tidak mempunyai harta persediaan atau ikut asuransi dengan sistem riba. Juga menjadikan aktivitas perdagangan dan perindustrian tidak mendapatkan dana kecuali dengan jalan riba. Maka, meresaplah dalam perasaan golongan-golongan yang berseberangan ini dengan melihat kenyataan bahwa di sana tidak ada sistem kecuali sistem zakat ini dan tidak ada kehidupan kecuali didasarkan pada prinsip ini.

Bentuk zakat dan sedekah begitu mencengangkan golongan-golongan itu yang mengira bahwa ia hanyalah kebaikan individual yang kurus, yang tidak dapat menjadi dasar berdirinya sistem modern. Akan tetapi, sangat banyak hasil yang diperoleh dari zakat yang ditunaikan oleh orang-orang yang dibentuk kepribadiannya secara khusus oleh Islam, orang-orang yang dididik dengan pendidikan khusus. Dalam negara Islam, zakat dapat ditetapkan sebagai hal yang diwajibkan, bukan sebagai amal perorangan. Dengan zakat, negara dapat menjamin setiap orang dari kaum muslimin yang kekurangan, sehingga setiap orang akan merasa kehidupan diri dan keluarganya terjamin dalam segala keadaan. Dengan zakat, dapatlah dibayar utang orang yang menanggung utang, baik utang yang dialaminya dalam dunia perdagangan maupun dalam bidang lain.

Hal terpenting bukanlah bentuk aturan dalam zakat ini, melainkan ruhnya (jiwanya). Masyarakat yang dididik oleh lslam dengan baik akan dapat menegakkan sistem zakat ini, tanpa adanya paksaan, namun karena keikhlasan untuj tolong-menolong dan mencari keridhaan Allah semata. Inilah hakikat (kenyataan) yang tidak pernah dibayangkan oleh orang-orang yang lahir dan hidup di bawah bayang-bayang sistem materialis. Ini adalah kenyataan yang kita kaum muslimin ketahui dan rasakan dengan keimanan. Apabila mereka terhalang untuk merasakan ini karena buruknya pandangan mereka, maka memang demikianlah yang harus mereka terima. Sehingga terhalanglah mereka dari kebaikan yang dijanjikan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat.

Biarlah mereka terhalang untuk mendapatkan ketenangan dan keridhaan, terhalang dari ganjaran dan pahala. Hanya karena kejahilan, kejahiliahan, kesesatan, dan kekeraskepalaannyalah mereka terhalang dari semua itu. Sesungguhnya, Allah Yang Mahasuci menjanjikan kepada orang-orang yang menegakkan kehidupannya di atas keimanan, kesalehan, ibadah, dan tolong-menolong bahwa Dia akan senantiasa memelihara pahala mereka di sisi-Nya, menjanjikan keamanan kepada mereka sehingga tidak merasa

takut dan memberikan kebahagiaan sehingga tidak merasa bersedih hati. Orang-orang ini mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Pada waktu yang sama, Dia mengancam para pemakan riba dan masyarakat pengguna sistem riba bahwa mereka akan kehilangan berkah, binasa, bingung, tersesat, gelisah, dan takut. Manusia sudah menyaksikan kenyataarn bahwa apa yang dijanjikan Allah itu terjadi di kalangan masyarakat muslim. Apa yang diancamkan itu juga terjadi di kalangan masyarakat pengguna sistem riba. Seandainya kita berkuasa untuk memegang setiap orang yang lalai, lalu kita menggoncangnya dengan goncangan yang keras sehingga ia sadar akan kenyataan yang terjadi ini dan memegang setiap mata yang terpejam lalu membuka kedua kelopak matanya terhadap keadaan ini, tentu akan kita lakukan. Akan tetapi, kita tidak berkuasa, melainkan hanya sekadar menunjukkan kenyataan ini saja. Semoga Allah memberi hidayah kepada manusia yang bernasib buruk dalam kenyataan ini, karena hati itu dalam penguasaan Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih) dan petunjuk itu hanya datang dari Allah.

Sumber: Tafsir Fi Zhilalil Qur’an oleh Sayyid Quthb

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *